radaryogya.com – JAKARTA – Uni Eropa (UE) siap untuk mengerahkan segala cara untuk melindungi pasarnya dari dampak tarif baru Presiden Amerika Serikat Donald Trump jikalau negosiasi gagal. Hal ini disampaikan oleh Komisaris Perdagangan, Maros Sefcovic.
Seperti diketahui Trump pada pekan lalu mengumumkan, bahwa Washington akan mengenakan pungutan mulai dari 10% hingga 50% pada impor dari negara-negara yang digunakan dituduh melakukan praktik perdagangan yang tidaklah adil. Uni Eropa dijatuhi tarif impor sebesar 20% yang dimaksud mulai Rabu, 9 April lalu.
Berbicara pada konferensi pers, Sefcovic mengungkapkan hubungan perdagangan dengan mitra terbesar blok itu berada di area “tempat yang tersebut sulit.” Dia menekankan, bahwa Brussels masih terbuka untuk melakukan pembicaraan, tetapi “tidak akan menanti tanpa henti.”
Tarif baru Trump akan datang menjadi pukulan kritis terhadap ekspor Uni Eropa, Sefcovic mencatat bahwa sekitar 380 miliar euro (USD410 miliar setara Rp6.801 triliun) barang – atau sekitar 70% dari total ekspor blok (UE) ke Amerika Serikat – sekarang menghadapi bea masuk 20% atau lebih banyak tinggi.
Biaya tambahan akan melebihi 80 miliar euro, dibandingkan dengan 7 miliar euro yang tersebut pada waktu ini dikumpulkan Washington, tambahnya.
“Kami siap menggunakan setiap alat di gudang pertahanan perdagangan kami untuk melindungi Pasar Tunggal UE, produsen UE, dan juga konsumen UE,” kata Sefcovic.
Dia juga menekankan, bahwa Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen telah dilakukan menawarkan kesepakatan tarif “zero-for-zero” pada hasil mobil dan juga barang-barang bidang untuk meredakan ketegangan.
Menurut Sefcovic, Komisi sudah pernah menyiapkan “daftar penanggulangan yang digunakan kuat,” yang dimaksud secara resmi akan segera diadopsi pada 15 April, mendatang. Gelombang pertama aksi pembalasan sudah ada mulai berlaku, dengan putaran kedua menyusul pada 15 Mei.
Trump sudah pernah membingkai tarif terbaru Amerika Serikat sebagai ‘Hari Pembebasan’ pada upaya untuk memulihkan keseimbangan perdagangan global, dimana Ia menuduh negara-negara lain “menipu” Amerika Serikat melalui “kebijakan berbahaya.”






